Kabar Netizen Terkini – PIK-2 bukan sekadar proyek reklamasi. Ia adalah simbol simbol dari kegagalan paling telanjang pemerintahan Joko Widodo dalam melindungi tanah rakyat dari kerakusan oligarki. Di saat istana membanggakan proyek-proyek mewah sebagai bukti kemajuan, nelayan terusir dari lautnya, petani tercerabut dari tanahnya, dan masyarakat adat didorong keluar dari ruang hidupnya. Ini bukan pembangunan. Ini adalah bentuk kolonialisme gaya baru berbaju investasi, bersenjata regulasi.

Ironis. Presiden yang dua kali dipilih oleh rakyat karena janji-janji kerakyatan, justru membiarkan segelintir taipan menjadikan pesisir Banten sebagai etalase elitisme. Lalu, dengan enteng, proyek sebesar PIK-2 dijustifikasi sebagai bagian dari pertumbuhan ekonomi. Tapi siapa yang tumbuh? Siapa yang untung? Rakyat? Tidak. Yang tumbuh adalah tembok eksklusivitas, dan yang untung hanyalah kongsi pengembang yang bersembunyi di balik nama besar negara.

Ini bukan pembangunan, ini perampasan terstruktur. Dan siapa aktor utamanya? Rezim Jokowi sendiri yang sepanjang dua periode kekuasaannya lebih sibuk melayani korporasi ketimbang mendengar jeritan nelayan di Teluk Naga atau petani di Pantura Banten.

Tak heran jika PIK-2 akan dikenang bukan sebagai kebanggaan nasional, tapi sebagai “legacy” Jokowi untuk kaum elit. Monumen pengkhianatan yang berdiri megah di atas luka rakyat. Maka jangan heran pula jika kelak sejarah mencatat: Jokowi gagal, karena lebih memilih menjilat kekuasaan taipan daripada berdiri di tengah rakyat yang memilihnya.

Hari ini, perlawanan rakyat bukan hanya menolak proyek reklamasi. Ini adalah panggilan sejarah untuk membongkar siapa dalang di balik skema besar perampasan ruang hidup rakyat. Rakyat Banten tahu: proyek ini bukan hanya tentang tanah ini tentang kehormatan, identitas, dan kedaulatan.


Sudah cukup rakyat diam. Kini saatnya bangkit. Suara-suara dari pesisir, kampung, pesantren, dan padepokan harus menyatu. PIK-2 harus dihentikan. Dan pengkhianat rakyat—dari siapa pun jabatannya—harus diadili oleh sejarah.