Kabar Netizen Terkini – Di tengah riuh pembangunan megaproyek di utara Tangerang, satu suara tak kunjung padam: suara Bang Nur Kholid dan para nelayan Banten yang terus menolak reklamasi PIK-2. Kini, suara itu tak lagi sendiri. Gelombang solidaritas dari berbagai penjuru datang, tak hanya membawa simpati, tapi tekad untuk memperjuangkan keadilan lingkungan dan sosial yang telah lama diabaikan.
“Kami datang bukan hanya membawa simpati, tapi semangat yang sama,” ucap salah satu perwakilan elemen solidaritas saat bertemu langsung dengan Bang Kholid. “Kami tahu sejak awal, Bang Kholid berdiri di garda terdepan, menolak ketidakadilan yang dibungkus rapi dalam nama pembangunan.”
Proyek PIK-2 bukan sekadar reklamasi. Ia menjelma menjadi simbol perampasan ruang hidup rakyat kecil. Di balik pagar laut sepanjang puluhan kilometer itu, tersimpan kisah tentang nelayan yang terusir dari tanah dan airnya sendiri. Tentang bagaimana kekuasaan dan pemodal bersatu dalam diam, demi kemewahan yang tak pernah bisa dirasakan oleh rakyat.
Lebih dari sekadar persoalan teknis, perjuangan ini menyentuh jantung kehidupan rakyat pesisir. “Ini bukan hanya soal laut dan pasir,” ujar seorang aktivis. “Ini soal hak hidup, soal masa depan anak cucu kami, soal harga diri yang tak bisa dibeli dengan ganti rugi atau janji manis dari investor.”
Apa yang diperjuangkan Bang Kholid dan nelayan Banten kini telah menjelma menjadi gerakan yang lebih luas. Sebuah perlawanan terhadap sistem yang menomorduakan rakyat demi segelintir elite. “Ini bukan perjuangan lokal,” tegas para simpatisan. “Ini perjuangan nasional melawan oligarki.”
Mereka pun mengajak seluruh elemen bangsa untuk bersatu. “Kami ingin agar suara nelayan Banten tak tenggelam oleh raungan alat berat. Kami ingin barisan ini semakin kuat, bukan hanya di kalangan nelayan, tapi dari seluruh rakyat yang peduli pada keadilan lingkungan.”
Seruan ini bukan sekadar retorika. Ini adalah panggilan untuk merapatkan barisan. Untuk mengingatkan kembali bahwa tanah dan laut bukanlah milik konglomerat, tapi milik rakyat. Perjuangan belum selesai—dan mereka yakin, selama masih ada yang berani bersuara, harapan akan selalu ada.