Tangerang, 23 Juli 2025 – Setelah resmi dicabut dari daftar Proyek Strategis Nasional (PSN), proyek Pantai Indah Kapuk 2 (PIK-2) kehilangan berbagai hak istimewa, termasuk percepatan perizinan, dukungan infrastruktur, serta legitimasi politik dalam pembebasan lahan warga. Hal ini berdampak signifikan pada strategi ekspansi lahan yang sempat menjadi ujung tombak proyek tersebut.
Menurut laporan lapangan, pihak pengembang untuk sementara waktu menghentikan kegiatan pembelian tanah dari masyarakat menyusul hilangnya status PSN. Namun, beberapa aktivitas fisik seperti reklamasi, penimbunan lahan, dan pembangunan fasilitas dilaporkan tetap berlangsung di beberapa titik wilayah pesisir utara Kabupaten Tangerang.
Warga dan Tokoh Lokal Semakin Kritis
Reaksi keras datang dari sejumlah tokoh lokal dan masyarakat terdampak. Ahmad Marbawi, salah satu figur penting dalam gerakan lingkungan hidup di wilayah tersebut, menilai bahwa proyek PIK-2 adalah ancaman langsung terhadap keberlanjutan ekosistem pesisir dan hak hidup komunitas lokal.
“Masyarakat lokal harus menjadi garda terdepan menjaga kelestarian lingkungan. PIK-2 bukan hanya soal pembangunan fisik, tapi soal perampasan ruang hidup,” tegas Marbawi.
Pandangan ini mencerminkan posisi ideologis yang kuat dalam menolak dominasi kapital di kawasan pesisir serta memperjuangkan bentuk pembangunan alternatif yang berpihak pada masyarakat.
Dari Status PSN ke Strategi Kooptasi Sosial
Meski tak lagi mendapat sokongan pemerintah pusat, Agung Sedayu Group (ASG) selaku pengembang tetap melanjutkan proyek dengan pendekatan baru. Mereka kini lebih mengandalkan program-program tanggung jawab sosial (CSR) sebagai alat membentuk citra positif dan meredam resistensi warga.
Sejak 2024, proyek PIK-2 telah menjangkau lima kecamatan dan 55 desa melalui program pendidikan, pelatihan kerja, dan bantuan sosial. Tahun ini, cakupannya ditingkatkan menjadi enam kecamatan dan 60 desa. Beberapa lulusan pelatihan kerja bahkan telah diserap di jaringan hotel milik mitra proyek.
Namun, langkah ini dipandang sebagai bentuk kooptasi sosial oleh sebagian aktivis lingkungan.
“CSR ini bukan solusi, tapi strategi untuk memecah konsolidasi warga. Mereka tahu proyeknya kehilangan tameng hukum, jadi mereka pakai pendekatan halus,” ujar seorang pegiat lingkungan yang mewanti-wanti agar masyarakat tetap waspada.
Momen Emas Bagi Perlawanan Sipil
Pencabutan status PSN dinilai sebagai titik balik penting. Tanpa embel-embel strategis nasional, ruang hukum dan politik warga menjadi lebih longgar. Masyarakat kini dapat menggugat proyek melalui:
- Jalur litigasi: gugatan tata ruang, cacat AMDAL, hingga pelanggaran hak atas tanah.
- Non-litigasi: edukasi publik, kampanye media, dan mobilisasi protes damai.
- Konsolidasi komunitas: memperkuat narasi keadilan ekologis dan restorasi ekosistem pesisir.
Beberapa kelompok sipil melihat kondisi ini sebagai jendela peluang untuk merebut kembali kontrol atas ruang hidup masyarakat dan mendorong arah pembangunan yang lebih adil dan berkelanjutan.
Kesimpulan
Hilangnya status PSN atas proyek PIK-2 tidak serta-merta menghentikan ekspansi fisik di lapangan, namun secara politik dan hukum telah melemahkan posisi pengembang. Di sisi lain, ini membuka ruang strategis bagi masyarakat pesisir dan kelompok sipil untuk meningkatkan kontrol sosial, memperkuat resistensi, dan mendorong arah pembangunan yang selaras dengan prinsip keadilan ekologis.