Kabar Netizen Terkini – Jakarta, 9 Juli 2025 — Di tengah derasnya arus revisi regulasi hukum di Indonesia, satu rancangan undang-undang kembali menuai sorotan tajam dari publik: Rancangan Undang-Undang Kitab Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP). Dalam diskusi publik yang digelar Koalisi Masyarakat Sipil di Hotel Mercure, Jakarta, para tokoh hukum dan aktivis menyampaikan kekhawatannya bahwa RUU ini bukan sekadar pembaruan prosedural, melainkan ancaman nyata terhadap prinsip-prinsip hak asasi manusia dan demokrasi.

Minim Partisipasi, Maksimal Represi

Diskusi tersebut dihadiri oleh berbagai lembaga kredibel seperti Lembaga Bantuan Hukum (LBH), Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI), Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), hingga Institute for Criminal Justice Reform (ICJR). Para pembicara kompak menyebut bahwa proses legislasi RUU KUHAP berlangsung secara tertutup, jauh dari semangat partisipatif yang menjadi pilar reformasi hukum pasca-Orde Baru.

Tidak hanya itu, substansi pasal-pasal dalam RUU KUHAP disebut memperluas kewenangan aparat penegak hukum—baik polisi maupun jaksa—tanpa dibarengi mekanisme pengawasan yang kuat dari lembaga yudisial. Beberapa pasal bahkan dinilai mengabaikan hak kelompok rentan seperti penyandang disabilitas, perempuan korban kekerasan, dan warga miskin kota.

Dampak Sistemik: Delegitimasi dan Distrust Publik

Kekhawatiran yang paling mencolok muncul dari potensi dampak sistemik RUU ini. Jika disahkan dalam bentuknya yang sekarang, RUU KUHAP diyakini akan memperkuat kultur impunitas dan ketidaksetaraan hukum. “Ini bukan hanya ancaman teknis hukum, tapi bisa menciptakan krisis kepercayaan publik terhadap institusi penegak hukum,” ujar salah satu pembicara dari ICJR.

Ketika rasa keadilan publik terganggu, bukan tidak mungkin akan lahir gelombang resistensi sosial-politik di tingkat akar rumput. RUU ini dapat memicu delegitimasi terhadap kebijakan negara, terutama jika masyarakat merasa bahwa hukum tidak lagi berpihak pada rakyat, tetapi menjadi alat represi atas nama ketertiban.

Momentum Perlawanan Sipil

Diskusi ini mencerminkan awal dari konsolidasi kekuatan masyarakat sipil dalam menghadapi potensi kemunduran demokrasi. Isu RUU KUHAP telah menjelma menjadi isu nasional yang menghubungkan kelompok hukum progresif, akademisi, aktivis HAM, dan komunitas disabilitas dalam satu barisan perlawanan.

Jika tidak ada transparansi dan partisipasi publik yang nyata dalam proses legislasi, maka wacana penolakan terhadap RUU KUHAP diprediksi akan meluas ke ruang-ruang sosial lainnya, termasuk kampus, serikat buruh, hingga komunitas digital.


Kesimpulan: Reformasi atau Represi yang Dilegalkan?

RUU KUHAP saat ini lebih mencerminkan langkah mundur daripada kemajuan hukum. Dengan potensi besar untuk memperluas kekuasaan aparat tanpa kontrol yudisial yang memadai, rancangan ini bisa menjadi pintu masuk menuju legalisasi represi.

Sebagai jurnalis yang telah mengikuti dinamika politik hukum di Indonesia selama lebih dari satu dekade, saya menilai bahwa keberadaan suara publik dalam proses legislasi sangatlah vital. Demokrasi tidak hanya dibangun oleh pemilu, tetapi juga oleh sistem hukum yang adil, transparan, dan berpihak pada keadilan substantif.