Kabar Netizen Terkini – Merah Putih Stratejik Institut (MPSI) melalui Direktur Eksekutifnya, Noor Azhari, mendesak Kejaksaan Agung Republik Indonesia untuk mengusut dugaan keterlibatan mantan Bupati Tangerang Ahmed Zaki Iskandar dan eks Sekretaris Daerah Moch. Maesyal Rasyid dalam penerbitan Hak Guna Bangunan (HGB) di atas kawasan pagar laut yang kini masuk dalam wilayah reklamasi Proyek PIK 2.

Menurut Noor Azhari, penerbitan HGB di area yang dulunya merupakan tambak dan permukiman nelayan, serta pengesahan Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang memuluskan alih fungsi lahan tersebut, merupakan bentuk pelanggaran serius terhadap tata kelola ruang dan keadilan sosial.

“Ini bukan hanya soal administratif, tapi sudah masuk pada level kejahatan tata ruang yang terang-terangan mengabaikan hak rakyat,” ujarnya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (17/6/2025).

Ia menyoroti bahwa sejumlah izin reklamasi dan pengubahan peruntukan lahan yang terjadi di Kabupaten Tangerang berlangsung saat Zaki dan Maesyal masih menjabat. Namun hingga kini, keduanya belum pernah dimintai pertanggungjawaban. “Aneh tapi nyata. Seolah mereka kebal hukum. Sudah saatnya Kejagung bertindak,” tegasnya.

Noor juga menyebut bahwa kasus ini mencerminkan penyimpangan kewenangan di level pemerintah daerah yang mengubah hukum daerah menjadi instrumen legalisasi proyek milik korporasi besar. “Ini adalah patologi kekuasaan lokal yang berbahaya. Hukum hanya tajam ke rakyat kecil, tapi tumpul pada elit yang bermain di balik meja,” tambahnya.

MPSI juga mengingatkan bahwa penyusunan RTRW seharusnya dilakukan secara transparan, partisipatif, dan berdasarkan kajian dampak lingkungan dan sosial yang menyeluruh, sebagaimana diatur dalam UU No. 26 Tahun 2007. Namun dalam kasus ini, menurut Azhari, justru tampak bahwa Perda RTRW hanya dijadikan alat formal untuk melegalkan perluasan proyek PIK 2 yang mengorbankan ruang hidup masyarakat pesisir.

“Kalau merujuk pada Pasal 28H ayat (1) UUD 1945 dan Putusan MK No. 45/PUU-IX/2011, maka apa yang terjadi ini termasuk bentuk sistematis dari perampasan ruang rakyat. Ini adalah kejahatan yang berdampak sosial dan politik,” paparnya.

MPSI pun mendesak Kejagung untuk tidak hanya melakukan penyelidikan hukum, tetapi juga audit forensik atas seluruh proses perizinan selama periode kepemimpinan Zaki Iskandar dan Maesyal Rasyid.

“Indikasi penyalahgunaan wewenang dan kolusi dengan pihak pengembang terlalu kuat untuk diabaikan. Bila dibiarkan, ini bisa menjadi preseden buruk dalam tata kelola ruang di berbagai daerah lain di Indonesia,” tutup Noor Azhari.