Kabar Netizen Terkini – Dalam beberapa waktu terakhir, aksi #IndonesiaGelap menjadi   perbincangan hangat di media sosial dan di kalangan mahasiswa. Gerakan ini muncul sebagai bentuk protes terhadap berbagai kebijakan pemerintah yang dianggap merugikan masyarakat. Namun, dalam menghadapi perubahan sosial dan politik, penting bagi mahasiswa untuk melihat permasalahan dari perspektif yang lebih luas.

Alih-alih hanya berfokus pada aksi protes yang berulang, ada cara yang lebih konstruktif untuk berkontribusi dalam perubahan, yaitu dengan membangun pola pikir yang lebih positif dan solutif. Dalam psikologi, cara berpikir dan merespons suatu situasi sangat mempengaruhi tindakan yang ambil. Oleh karena itu, mari kita ubah cara pandang aksi tidak hanya sekadar perlawanan, tetapi juga menjadi kekuatan yang membangun.

  1. Mengubah Cara Berpikir: Dari Menolak ke Mencari Solusi. ketika sebuah kebijakan dikeluarkan, reaksi pertama yang muncul adalah penolakan. Tidak jarang mahasiswa langsung menolak tanpa memahami alasan di balik kebijakan tersebut. Hal ini menciptakan pola pikir pesimis yang membuat seolah-olah tidak ada kebijakan pemerintah yang bisa dipercaya. Namun, mari kita ubah cara berpikir ini. Daripada hanya menolak, kita bisa mencari solusi yang lebih baik dan mengusulkannya kepada pemerintah. Kritikan memang penting, tetapi kritikan yang baik adalah yang disertai dengan solusi konkret.

Contoh: Daripada hanya menyebarkan tagar #IndonesiaGelap, mahasiswa bisa membuat gerakan #IndonesiaTerang yang berisi usulan kebijakan energi berkelanjutan, transparansi anggaran, atau inisiatif dari mahasiswa untuk membantu masyarakat yang terdampak.

  • Jangan Terjebak dalam Bias Konfirmasi: Cari Fakta Secara Objektif. Salah satu kesalahan yang sering terjadi dalam gerakan mahasiswa adalah terjebak dalam bias konfirmasi, yaitu hanya mencari informasi yang sesuai dengan opini awal kita dan mengabaikan fakta yang bertentangan.

Sebagai sample, jika ada kebijakan pemerintah yang dinilai merugikan, mahasiswa cenderung hanya membaca sumber berita yang mendukung argumen saja dan tanpa mencari data dari sudut pandang lain. Hal tersebut dapat berakibat, aksi yang dilakukan lebih didorong oleh emosi daripada logika dan fakta

Cara Menanggulangi Bias Konfirmasi:

Melatih keterbukaan berpikir (open-mindedness): Mahasiswa harus mulai membaca sumber informasi yang beragam, termasuk dari pemerintah dan akademisi yang pro maupun kontra.

Berdiskusi dengan berbagai pihak: Mengadakan diskusi dengan ahli kebijakan publik, psikolog, dan tokoh masyarakat akan memberikan wawasan yang lebih luas.

Membiasakan diri dengan pendekatan berbasis data: Alih-alih hanya menyebarkan tagar, mahasiswa dapat menggunakan data statistik dan laporan akademik untuk memperkuat argument.

  • Bangun Dialog, Bukan Hanya Perlawanan. Banyak aksi mahasiswa yang berhenti di jalanan tanpa kelanjutan yang jelas. Padahal, agar perubahan terjadi, diperlukan dialog yang konstruktif antara mahasiswa dan pemerintah.

Kritik yang disampaikan lewat aksi massa memang bisa menarik perhatian publik, tetapi tanpa adanya dialog dan solusi konkret, aksi tersebut bisa kehilangan arah. Oleh karena itu, mahasiswa perlu aktif dalam diskusi kebijakan, mengusulkan ide-ide konkret, dan memanfaatkan ruang-ruang demokrasi yang ada.

Langkah yang bisa dilakukan:

Dorong pertemuan langsung antara mahasiswa dan pembuat kebijakan.

Gunakan media sosial sebagai alat edukasi, bukan sekadar tempat menyebarkan kemarahan.

Ajukan kajian akademik yang bisa menjadi dasar dalam mengkritisi kebijakan pemerintah.

Contoh: Daripada hanya mengkritik RUU yang dianggap bermasalah, mahasiswa bisa membuat kajian akademik yang lebih kuat, mengajukan diskusi dengan DPR, atau membuat seminar yang mengundang berbagai pihak untuk membahas solusi terbaik.


Oleh: Dr. Widiatmoko, S.Sos., M.Sos