Jakarta – Nama Aguan atau Sugianto Kusuma mungkin jarang terdengar di ruang publik, namun jejak kekuasaan dan gurita bisnisnya mencengkeram berbagai proyek strategis nasional seperti Pantai Indah Kapuk 2 (PIK 2), Ibu Kota Nusantara (IKN), hingga pagar laut Tangerang yang kontroversial.

Siapa Aguan?

Sosok Aguan dikenal sebagai taipan properti pendiri Agung Sedayu Group, konglomerasi bisnis yang berkembang dari sektor properti ke logistik, kawasan industri, hingga kemitraan politik. Berasal dari komunitas Tionghoa di Indonesia, Aguan membangun kerajaannya bukan dengan sorotan kamera, tetapi lewat kalkulasi tenang dan hubungan kuasa di balik layar.

PIK 2: Simbiosis Modal dan Kekuasaan

Proyek PIK 2 seluas 2.650 hektar bukan hanya proyek properti. Ia merupakan hasil kolaborasi antara Agung Sedayu Group dan Salim Group, dan masuk dalam daftar Proyek Strategis Nasional (PSN) melalui Perpres No. 109/2020. Penetapan ini memberikan berbagai kemudahan seperti percepatan perizinan, imunitas hukum, dan perlindungan administratif.

Namun, fakta di lapangan menunjukkan adanya penggusuran warga pesisir tanpa ganti rugi, pembangunan yang dilakukan sebelum status PSN disahkan, dan dugaan tumpang tindih lahan dengan kawasan lindung.

Skandal Agraria dan Intimidasi

Warga di Kecamatan Mauk dan Kronjo, Tangerang, termasuk petambak bandeng dan nelayan, mengaku kehilangan lahan tanpa sosialisasi. Dugaan praktik tekanan dan intimidasi muncul dari aparat desa dan oknum makelar. Proses jual-beli tanah berlangsung diam-diam, dengan keterlibatan sejumlah pihak yang memanfaatkan kekosongan hukum dan ketidaktahuan warga.

CSR: Alat Politik Terselubung

Konsep Corporate Social Responsibility (CSR) yang seharusnya menjadi bentuk tanggung jawab sosial, berubah menjadi alat legitimasi dan negosiasi politik. Contohnya adalah sumbangan 250 rumah gratis senilai Rp60 miliar yang diberikan Aguan melalui program politisi Maruarar Sirait. Disebut-sebut, program ini membuka akses Aguan ke proyek reklamasi raksasa seperti NCICD (National Capital Integrated Coastal Development) senilai Rp700 triliun.

Keterlibatan di Proyek IKN

Aguan juga ikut menyuntikkan dana ke dalam proyek Swiss Hotel Nusantara di IKN, melalui konsorsium elit bersama Sinarmas, Adaro, dan lainnya. Ia mengaku diminta langsung oleh Istana untuk berpartisipasi, menyebut investasinya sebagai “bantuan menjaga wajah Presiden”. Partisipasi ini dinilai sebagai investasi politik jangka panjang, membuka akses bisnis eksklusif ke proyek-proyek negara.

Pagar Laut Tangerang: Sengketa Legal dan Ekologis

Proyek pagar laut di pesisir Tangerang menimbulkan polemik. Sertifikat hak guna bangunan (SHGB) yang diterbitkan atas nama perusahaan afiliasi Aguan, PT Cahaya Inti Sentosa, ternyata melampaui garis pantai dan masuk ke wilayah laut. Proses sertifikasi dianggap tidak transparan dan menimbulkan kerusakan lingkungan berupa abrasi dan berkurangnya tangkapan ikan nelayan.

Kesimpulan: Cermin Oligarki Pembangunan

Kasus Aguan bukan sekadar cerita satu pengusaha, tapi potret oligarki pembangunan di Indonesia. Dari PIK 2, IKN, hingga pagar laut Tangerang, semua menunjukkan pola barter kuasa, kalkulasi bisnis, dan minimnya keadilan sosial.

Proyek-proyek tersebut dibangun di atas lahan yang digusur diam-diam, ruang hidup yang dilenyapkan, dan kebijakan negara yang gamang antara kepentingan rakyat dan elite ekonomi.