Kabupaten Tangerang – Ribuan warga dari berbagai wilayah memadati Lapangan Sepak Bola Desa Sukawali, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang, Banten, pada Minggu (29/6/2025) dalam gelaran Istighosah Kubro bertema “Menjaga Kedaulatan Bangsa”. Acara yang berlangsung sejak pukul 13.30 hingga 17.30 WIB ini menjadi momen konsolidasi akbar masyarakat Banten dalam menolak relokasi paksa dan menyuarakan perlawanan terhadap proyek kontroversial Pantai Indah Kapuk 2 (PIK-2).
Lebih dari seribu orang hadir dalam kegiatan tersebut, mulai dari ulama karismatik, aktivis nasional, tokoh militer purnawirawan, hingga tokoh adat Banten. Mereka bersatu dalam doa dan seruan perjuangan yang menggema: menolak ketidakadilan atas nama pembangunan.
Deretan Tokoh Nasional Hadir, Dari Habib Rizieq hingga Jenderal Purnawirawan
Acara ini dihadiri oleh sejumlah tokoh penting, di antaranya Imam Besar Habib Rizieq Syihab, Ketua Umum DPP FPI Habib Muhammad Alatas, Panglima LPI Ust. Zainal Arifin, hingga tokoh nasional seperti Said Didu, Mayjen (Purn) Soenarko, dan KH. Embay Mulya Syarif. Kehadiran mereka menunjukkan bahwa isu PIK-2 telah melampaui batas lokal dan menjadi perhatian nasional.
Dalam sambutannya, Habib Rizieq menegaskan bahwa proyek PIK-2 bukan hanya soal penggusuran, tetapi bentuk penjajahan gaya baru yang melemahkan kedaulatan negara. “Kita bukan anti pembangunan, tapi kita menolak penggusuran yang zalim dan simbol budaya asing yang tak menghargai kearifan lokal,” serunya.
Sementara itu, aktivis nelayan Kang Kholid Miqdar menilai proyek tersebut merampas ruang hidup warga pesisir. “Ini bukan sekadar proyek. Ini adalah ancaman terhadap iman, lingkungan, dan masa depan anak cucu kita,” tegasnya.
Kritik Tajam dan Seruan Tegas untuk Presiden Prabowo
Salah satu suara paling lantang datang dari Said Didu yang menyebut Kampung Encle sebagai “benteng terakhir rakyat Banten”. Ia meminta Presiden Prabowo mengambil sikap tegas. “Jika proyek ini dibiarkan, kita sedang membuka jalan bagi kehancuran wilayah Banten secara sistematis oleh para pemilik modal,” ujarnya.
Dalam pernyataan sikap resmi yang dibacakan Marwan Batubara (Direktur IRESS), para tokoh mendesak:
- Pemerintah segera menghentikan proyek PIK-2.
- DPR membentuk panitia khusus (Pansus) untuk mengusut proyek ini.
- BPK melakukan audit investigatif atas aliran dana dan penggunaan aset negara.
- TNI dan Polri menghentikan cara-cara represif terhadap warga.
- Presiden Prabowo menindak para oligark yang terlibat, termasuk mantan presiden Jokowi jika terbukti melanggar hukum.
- KPK dan Kejaksaan Agung turun tangan mengusut dugaan tindak pidana korupsi dan penggelapan aset.
- Pemerintah memberi ganti rugi materiil dan moril kepada warga yang terdampak.
Lebih dari Sekadar Doa, Ini Gerakan Perlawanan
Istighosah Kubro ini tak hanya menjadi ajang doa bersama, tapi juga titik konsolidasi gerakan sosial dan politik. KH. Abuya Ahmad Qurthubi mengingatkan bahwa proyek PIK-2 sarat simbol budaya asing dan eksklusifitas yang bertentangan dengan nilai-nilai masyarakat Banten.
Sementara itu, pelapor kegiatan menilai bahwa rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap institusi resmi membuka ruang bagi tokoh-tokoh sipil, ulama, dan aktivis untuk menjadi penggerak aspirasi rakyat. Mereka membawa semangat nasionalisme, keagamaan, dan lokalitas dalam satu narasi perjuangan.
Potensi Menguatnya Gelombang Perlawanan Nasional
Kegiatan ini menunjukkan bahwa gerakan perlawanan terhadap PIK-2 tidak lagi berdiri sendiri. Dengan kombinasi kekuatan ulama, aktivis, pensiunan militer, dan masyarakat akar rumput, isu ini bisa berkembang menjadi gelombang nasional—mengangkat tema agraria, lingkungan, dan perlawanan terhadap oligarki.
Jika tidak ditangani secara adil dan terbuka, proyek PIK-2 berpotensi memicu instabilitas sosial di tingkat lokal yang bisa meluas secara nasional. Istighosah Kubro Sukawali telah menjadi simbol bahwa suara rakyat tidak bisa lagi diabaikan.